Sabtu, 29 November 2008

Strategi Pembelajaran Kontekstual

Dewasa ini diyakini bahwa belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan memgetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi menggingat jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang

Pendekatan kontektual(Contextual Teaching and Learning /CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan demikian pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa.

Dalam pembelajaran kontekstual, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.

Beberapa strategi pengajaran yang dapat dikembangkan oleh guru melalui pembelajaran kontekstual, antara lain:

1.Pembelajaran berbasis masalah.

Hal ini dapat dilakukan dengan cara guru meminta kepada siswa untuk mengobservasi suatu fenomena dan kemudian mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Setelah itu, setelah itu siswa diminta untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan siswa untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka.

2. Memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.

Guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa antara lain di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Penugasan yang diberikan oleh guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar di luar kelas. Misalnya, siswa keluar dari ruang kelas dan berinteraksi langsung untuk melakukan wawancara.

3.Memberikan kegiatan kelompok

Hal ini untuk membangun kecakapan interpersonal dalam berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan.

4.Membuat aktivitas belajar mandiri

Hal ini terutama untuk memberikan kemampuan kepada peserta didik untuk mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru.

5. Membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat

Guru dapat mendatangkan institusi atau orang lain yang memiliki keahlian pada bidang tertentu untuk memberikan pembelajaran pada siswa. Strategi ini juda dapat dilakukan dengan memberikan tugas magang kepada siswa pada suatu institusi tertentu yang relevan



Read more...

Rabu, 19 November 2008

Metode Pembelajaran Literasi Untuk Pembelajaran Bahasa Inggris

Pembelajaran bahasa diharapkan dapat mengembangkan empat keterampilan berbahasa dengan penekanan pada reading dan writing. Ini berarti pembelajaran mencakup oracy (listening dan speaking) untuk komunikasi sosial, tetapi dengan menekankan fungsi bahasa untuk belajar, yakni literacy (reading dan writing). Maka, setiap rencana pelaksanaan pembelajaran berbasis teks memiliki target yang sama, yakni membuat siswa sampai mampu menulis dalam bahasa Inggris.

Baca selengkapnya

Read more...

Selasa, 04 November 2008

SUBSTANSI PENGEMBANGAN MADRASAH SEBAGAI SEKOLAH UMUM BERCIRIKHAS ISLAM Oleh Abdul Mutolib, M.Ag.

I.Latar Belakang Masalah

Pada awal perkembangannya madrasah merupakan Institusi Pendidikan Islam yang khusus mengajarkan agama Islam dan ilmu-ilmu keislaman. Seiring dengan usaha modernisasi maka dalam perkembangan selanjutnya madrasah juga mengajarkan “Ilmu-Ilmu Umum”. Modernisasi madrasah berjalan seiring dengan usaha pemerintah untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem Pendidikan Nasional. Maka pada tahun 1975 dikeluarkaan SKB 3 menteri yaitu menterri P daan K, Mendagri dan Meneg yaang mengamanatkan madrasah untuk memberikan pengajaran. Maka pelajaran umum seperti di sekolah-sekolah umum disamping pelajaran agama Islam. SKB ini bertujuan agar madrasah memperoleh posisi yaang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem Pendidikan Nasional sehingga lulusan madrasah memiliki kedudukan sama dengan lulusan sekolah umum.
Denga diundangkannya UU No.2 th 1989 tentang sistem pendidikan nasional, kedudukan madrasah semakin kuat dalam sistem pendidikan nasional. Dalam Pp No. 28 th 1990 sebagai penjelasan dari UU SPN Madrasah dinyatakan sebagai sekolah umum bercirikan agama Islam, dan masih digunakan hingga sekarang.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan perubahan madrasah dari sekolah keagamaan menjadi sekolah umum yang bercirikhas agama Islam membawa dampak positif terhadap mutu pendidikan di madrasah dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya? Atau justru sebaliknya madrasah kehilangan arah dan kesulitan untuk menyamakan mutu dengan sekolah umum? Makalah ini akan mencoba untuk memberikan analisa terhadap persoalan ini. Untuk kemudian mencari alternatif pemecahan yang dapat digunakan untuk mengembangkan madrasah.

I. Latar Belakang Masalah
Pada awal perkembangannya madrasah merupakan Institusi Pendidikan Islam yang khusus mengajarkan agama Islam dan ilmu-ilmu keislaman. Seiring dengan usaha modernisasi maka dalam perkembangan selanjutnya madrasah juga mengajarkan “Ilmu-Ilmu Umum”. Modernisasi madrasah berjalan seiring dengan usaha pemerintah untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem Pendidikan Nasional. Maka pada tahun 1975 dikeluarkaan SKB 3 menteri yaitu menterri P daan K, Mendagri dan Meneg yaang mengamanatkan madrasah untuk memberikan pengajaran. Maka pelajaran umum seperti di sekolah-sekolah umum disamping pelajaran agama Islam. SKB ini bertujuan agar madrasah memperoleh posisi yaang sama dengan sekolah-sekolah umum dalam sistem Pendidikan Nasional sehingga lulusan madrasah memiliki kedudukan sama dengan lulusan sekolah umum.
Denga diundangkannya UU No.2 th 1989 tentang sistem pendidikan nasional, kedudukan madrasah semakin kuat dalam sistem pendidikan nasional. Dalam Pp No. 28 th 1990 sebagai penjelasan dari UU SPN Madrasah dinyatakan sebagai sekolah umum bercirikan agama Islam, dan masih digunakan hingga sekarang.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah dengan perubahan madrasah dari sekolah keagamaan menjadi sekolah umum yang bercirikhas agama Islam membawa dampak positif terhadap mutu pendidikan di madrasah dalam rangka mencapai tujuan pendidikannya? Atau justru sebaliknya madrasah kehilangan arah dan kesulitan untuk menyamakan mutu dengan sekolah umum? Makalah ini akan mencoba untuk memberikan analisa terhadap persoalan ini. Untuk kemudian mencari alternatif pemecahan yang dapat digunakan untuk mengembangkan madrasah.

Read more...

Internalisasi Nilai-nilai Agama melalui Pembelajaran

Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan dimaksudkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Sebagai bangsa yang beragama, kita sebenarnya memiliki akar yang sangat kuat dalam hal moralitas dan etika. Bahkan, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 secara khusus menekankan pentingnya pendidikan bagi peningkatan keimanan dan akhlak. Pasal 31 ayat (3) menyebutkan ”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia ...”.
Meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia merupakan ranah Pendidikan Agama dan Keagamaan yang seyogyanya dirumuskan melalui pendekatan yang komprehensif, sehingga mampu menjelaskan realitas keagamaan yang sebenarnya. Hal tersebut sebagai landasan pengembangan cara, proses pengembangan dan pencapaian tujuan pendidikan.


Kegiatan pembelajaran merupakan fungsi pokok dan usaha yang paling strategis guna mewujudkan tujuan institusional. Tujuan setelah proses pembelajaran adalah sistem nilai yang harus tampak dalam perilaku dan merupakan karakteristik kepribadian siswa. Pembelajaran sebagai sebuah metode menghendaki adanya perekayasaan situasi terencana yang memberikan perlakuan tertentu, untuk mengetahui akibat-akibatnya terhadap peserta didik. Menggunakan metode secara terencana, sistematik, dan terkontrol baik dalam bentuk desain fungsional maupun faktoral melalui pengenalan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kehidupan melalui bentuk penggambaran konsep-konsep yang bersifat penghayatan dan pengamalan.
Pembelajaran dan internalisasi nilai-nilai agama di lingungan lembaga pendidikan menghadapi berbagai persoalan mendasar, di antaranya terkait dengan relevansi materi pembelajaran, strategi pembelajaran, dan keterbatasan bahan bacaan yang dapat mendukung perkembangan keagamaan peserta didik.
Sejauh ini penanaman nilai-nilai keagamaan di sekolah masih menitikberatkan kepada domain kognisi yang cenderung menampilkan agama sebagai seperangkat rumusan kepercayaan dan ajaran yang cenderung indoktrinatif-normatif. Akibatnya bahan-bahan bacaan untuk mendukung domain tersebut terbatas pada buku-buku teks. Padahal upaya penanaman nilai-nilai keagamaan tidak sekedar menyangkut dimensi kepercayaan, tetapi lebih dari itu adalah dimensi pembudayaan. Dalam hal ini dibutuhkan agama dalam bentuknya yang efektif dan praktis. Artinya, agama mesti ditampilkan dalam performan historik, kontekstual dan aktual yang disajikan melalui pengalaman dan kisah hidup yang mengekspresikan perilaku keagamaan dan menjawab berbagai problem keseharian dalam suatu dimensi ruang, waktu dan konteks tertentu melalui pola pembelajaran yang diarahkan pada upaya menciptakan model pembelajaran bagi peserta didik dan mampu memberi warna baru bagi pembelajaran nilai keagamaan.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menginternalisasikan nilai-nilai agama kepada peserta didik. Pertama, melalui pembelajaran terpadu. Yaitu guru harus mampu memadukan atau mengaitkan mata pelajaran yang diajarkan dengan nilai-nilai agama. Misalnya, guru matematika menjelaskan perhitungan dengan contoh-contoh perhitungan zakat harta atau perhitungan warisan. Guru bahasa dan sastra harus berusaha agar tema-tema yang diajarkan, baik pada bagian mengarang, cerita, maupun puisi mengandung ide-ide Islami. Guru ilmu komputer, ketika menjelaskan kepada siswa cara pembuatan program, guru bisa menjelaskan kepada siswa cara pembuatan program perhitungan sistem perbankan Islam, pendataan jamaah haji dan umrah, serta jumlah penduduk di negeri Islam. Melalui pembelajaran terpadu ini secara tidak langsung pada saat siswa belajar mata pelajaran umum maka ia juga belajar nilai-nilai agama.
Kedua, membangun budaya lingkungan yang religius. Misalnya, ketika masuk kelas, guru hendaknya menunjukkan wajah yang cerah kepada para siswanya. Kemudian mengucapkan salam. Begitu pula jika bertemu di luar kelas, hendaknya mengucapkan salam dan berjabat tangan. Guru memulai pembicaraan dengan mengucapkan pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi SAW. Jika hendak menjelaskan pelajaran di atas papan tulis, buatlah tulisan basmalah terlebih dahulu, agar kalimat itulah yang pertama kali dilihat oleh para siswa. Dengan demikian, para siswa tahu bahwa setiap akan memulai aktivitas harus dimulai dengan membaca basmalah. Dan setelah selesai pelajaran guru hendaknya menutup dengan do’a, kemudian mengakhiri pertemuan dengan mengucapkan salam.
Dan ketiga, mendoakan peserta didik. Kadang guru sering lupa, sebagai manusia, kita hanya mampu berusaha. Selebihnya, keputusan akhir tentang hasil usaha seseorang tetap bergantung kepada Allah SWT. Sikap terlalu yakin dengan kemampuan diri hingga mengabaikan peran Allah SWT akan membuatnya kehilangan kekuatan jiwa. Ilmu yang dimiliki hanya bisa digunakan sebagai pedoman, sementara itu, berhasil-tidaknya proses pendidikan tetap harus diserahkan kepada Allah SWT. Doa-doa yang selalu dipanjatkan bakal turut menentukan keberhasilan lebih lanjut. Intinya, seseorang harus senantiasa melibatkan Allah SWT dalam mendidik. Sebab Sang Pencipta, Allah-lah yang Maha Mengetahui seluk beluk ciptaan-Nya.
Melalui pembelajaran yang terpadu ini diharapkan terjadi proses internalisasi nilai-nilai agama pada diri peserta didik. Sehingga ia tidak hanya giat dalam menjalankan ibadah ritual, tetapi ia pula komitmen melakukan aktivitas-aktivitas yang terbingkai dengan nilai-nilai agama. Semoga. Wallahu a’lam.
Sumber :Imam Center.blogspot.com

Read more...

About This Blog

Blog ini berisi kumpulan artikel dan tulisan mengenai pengembangan pendidikan dan pembelajaran baik dari tulisan pemilik blog sendiri maupun dari sumber-sumber lain dengan mencantumkan sumber asli tulisan tersebut.
Kehadiran blog ini mudah-mudahan dapat memberi sedikit sumbangan bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Kita percaya bahwa Indonesia maju dengan pendidikan yang maju

Blog Archive

  © Blogger template The Professional Template by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP